Perkara Sekolah Si Bocah



Dari beberapa hari yang lalu rasa-rasa pengen nulis. Tapi belum dapet mau nulis topik apa. Akhirnya mau mencurahkan kekuatiran saya tentang sekolah Gi. 

Bulan lalu saya dan Papa Gi memutuskan untuk segera mencari sekolah untuk Gi. Tadinya, kami sudah menemukan sekolah yang tepat. Berbahasa Indonesia dan lebih banyak fokus bermain. Sayangnya, lokasinya jauh. Sekitar setengah jam dari rumah. Bisa kecapean di jalan si bocah karena kami pasti naik angkutan umum. 

Waktu kami mau mencari sekolah, Papa Gi tiba-tiba memutuskan untuk memasukkan Gi ke sekolah yang berdasarkan iman Kristen atau Katolik. Saya cukup heran tiba-tiba Papa Gi punya pertimbangan itu. Karena sebelum-sebelumnya Papa Gi lebih cenderung pilih sekolah yang berbahasa Indonesia. Ga terlalu sebut-sebut soal iman Kristen atau Katolik. 

Ya berhubung sekolah yang sebelumnya kami pertimbangkan juga sekolah umum, ya makin besar alasan kami buat cari sekolah dekat rumah. Aki sampai ambil cuti demi survey sekolah ini. Ada yang bagus, tapi harga lumayan. Ada harga yang Ok tapi ga bisa trial. 

Yah, tadinya mau memberanikan diri ambil yang harganya lumayan, tapi tidak jadi. Saya lupa alasannya apa. Hahahhaha. 

Akhirnya kami memutuskan daftarkan Gi di sekolah dengan dana yang pas sesuai keuangan kami. Di luar dugaan, ternyata kepala sekolahnya kenal dengan Mama mertua karena sering makan di warung makan Manado Mama waktu masih jualan. Gurunya pun ternyata ada yang 1 gereja dengan Mama mertua. Hati saya seketika langsung tenang. Ada orang yang dikenal jadi lebih plong. 

Selama menyelesaikan administrasi, di luar dugaan, kepala sekolahnya malah memberikan seragam tambahan gratis. Cuma seragam sih, tapi Mama Gi merasa diberkati sekali. Siapa yang ga suka Gratisan, apalagi kalau menjawab kebutuhan 

Selama menunggu saya mengurus administrasi, Gi juga kelihatan nyaman dengan lingkungan sekitar. Dia tidak grogi dan segan. Mungkin karena ada Omanya dan banyak mainan hahhaha. 

Cuma satu yang saya kuatirkan masalah bahasa. Bahasa pengantar sekolah Gi Bahasa Inggris. Sedangkan di rumah saya mengajarkan Gi Bahasa Indonesia. Saya dan Papanya ingin Gi mengerti Bahasa Indonesia dulu baru mengerti bahasa asing. 

Gi sudah lumayan lancara komunikasi dengan Bahasa Indonesia, tapi di situ juga yang saya pikirkan. Karena Kokohnya (anak kakak saya), dulu sering nonton kartun Bahasa Inggris. Kemampuan komunikasinya ya pakai Bahasa Inggris. Ia mengalami kesulitan bergaul karena teman-temannya kebanyakan berbahasa Indonesia. Sampai sekarang Kokohnya ini lebih suka berbahasa Inggris. Belajarnya jadi agak terkendala karena  bahasa pengantar di sekolahnya sekarang adalah Bahasa Indonesia. Padahal si Kokoh pinter tapi jadi belajar harus lebih ekstra karena kendala bahasa. Maminya mau ga mau ajarin lebih banyak. 

Saya kuatir Gi mengalami hal yang sama. Tapi dengan situasi yang berbeda. Anak-anak di Jakarta rata-rata sudah pakai bahasa Inggris. Di gereja saja tahu-tahu ada bapak2 tanya Gi "What's your name?"... Ya Gi kagak jawab. Dia diajarkan menjawab pertanyaan, "Nama kamu siapa?". Waktu bapak itu bertanya pakai Bahasa Indonesia, baru Gi menjawab, "Gyan."

Sebenarnya kekuatiran saya ga beralasan karena pasti guru-gurunya akan membantu dia. Saya juga mulai memperkenalkannya menggunakan Bahasa Inggris walau tidak sering. Kalau menonton pun saya setelkan Bahasa Inggris. 

Tapi setelah itu saya malah kuatir Gi jadi lupa cara berbahasa Indonesia. Atau malah jadi belepotan. Hahhaha... *nangis di pojokan. Gimana kalau nanti pas SD dia masuk sekolah yang nasional?? 

Idealisme, impian, dan situasi yang bertubrukan memang bikin sakit kepala. Tapi mau belajar percaya sama Tuhan. Kalau pun anak saya ngomongnya belepotan Inggris campur Indonesia atau Indonesia campur Inggris (seperti yang sering saya keluhkan terutama dalam hal menulis), bukan berarti dia ga cinta Indonesia. Malah PR saya biar dia bisa menggunakan kedua bahasa itu dengan baik dan benar. Terutama dalam hal tulis menulis supaya tata Bahasa Indonesia ga jadi rusak atau tenggelam. 

Bocahnya sih baru mau 3 tahun, tapi minimal saya sudah siap-siap yaa. Terutama supaya dia bisa menyesuaikan diri dengan baik. Jangan sampai nanti dia malah stress di sekolah karena kendala bahasa... 

Tiap dipikirin saya jadi degdegan. Hahahha

0 Comments