MAAF : Bab II - Menikah...


BAB II
Menikah...



Seharian Wei tidak keluar kamar. Ia membereskan barang-barangnya dan mengingat kenangan-kenangan di masa lalu setiap kali ia menemukan benda-benda kesayangannya.
Menjelang sore Wei baru keluar dari kamarnya dan pergi ke halaman. Beberapa saat ia mencari sosok Henry tetapi menurut pelayan beliau sudah pergi dengan Alian, mamanya, sejak 2 jam yang lalu. Katanya sih ke dokter.
Memangnya dia sakit apa? Keliatan sehat begitu kok dibilang sakit. Palingan sakit dibuat-buat, bisik Wei dalam hati.
Di halaman Wei melihat kalau mawar yang dulu ditanam ibunya sudah tidak ada. Padahal mawar itu, mawar kesayangan ibunya. Sekarang halaman itu malah dipenuhi tanaman bonsai dan kaktus.
“ Akhirnya keluar juga dari kamar. Ngapain aja di kamar? Mikirin masa lalu ya?” tiba-tiba saja suara ngebas Rick membangunkan Wei dari lamunan.
Cowo itu berpenampilan berbeda sekali. Ia tidak memakai kacamatanya. Ia hanya menggunakan kaos kutang dan celana pendek dibawah lutut. Ditangan kirinya ada sikat dan lap mobil. Sedangkan di tangan kanannya sabun colek dan pembersih mobil. Sepertinya dia akan mencuci mobil.

“ Mau nyuci mobil?” tanya Wei tanpa menjawab pertanyaan Rick sebelumnya. Rick mengangguk sambil tersenyum lebar. Ia berjalan ke arah jip kuning warisan Henry dan meletakkan semua perlengkapan mencucinya di dekat ban jip.
“ Mau bantuin?” tanya Rick sambil mengambil selang yang ada di garasinya. Ia mulai memutar kran dan membiarkan air mengucur bebas.
“ Seharusnya kamu menampung airnya di ember. Kalau seperti itu kamu buang-buang air.” Ujar Wei datar sambil memandang air yang terus mengalir ke saluran pembuangan.
“ Yah, palingan yang kebuang cuma sedikit.”
Wei mengerutkan keningnya mendengar jawaban Rick. Cuma sedikit? Air yang menurutnya sedikit justru bisa untuk melegakan dahaga anak-anak yang kehausan di tanah kering.
Rick terus melanjutkan kegiatannya mencuci mobil tanpa menyadari tatapan tajam dan muak Wei. Gadis itu terus memandangi air yang mengalir dan terbuang dengan percuma. Dahinya terus mengerut karena kesal. Menurutnya orang yang membuang air dengan percuma sama seperti ayahnya, angkuh dan sombong. Egois. Tidak memikirkan orang lain.
Air dari selang terus mengalir dan terbuang percuma. Rick pun tidak terlalu peduli. Ia terus mencuci jipnya dengan asyik. Dengan gemas Wei mengambil ember yang ada di garasi rumah Rick dan membawanya ke dekat Rick. Ditaruhnya ujung selang ke ember sehingga air yang keluar dari selang tertampung dan tidak terbuang percuma.
Melihat tindakan Wei, Rick menghentikan kegiatannya dan memandang cewe itu dengan heran. Dilihatnya ember dan Wei secara bergantian.
“ Ngapain ditampung?” tanyanya dengan heran.
“ Ya, biar ngga kebuang-buang. Sekarang kamu nyuci mobilnya pakai air yang dari ember aja. Jadi airnya lebih hemat.”
Rick memandang embernya dengan gusar. Digaruknya rambutnya yang tidak gatal karena bingung harus bereaksi apa. Ia merasa seperti dulu waktu Wei memaksanya mengenakan kemeja untuk mengikuti acara Natal. Ia tidak bisa menolak sama sekali walaupun tidak suka.
“ Tapi jadi ribet nih!” protes Rick sambil memandang ember yang mulai penuh.
“ Ribet dikit ngga kenapa-napa ‘kan? Udah, aku bantuin deh nyucinya.”
Dengan cepat Wei mengambil sikat yang ada di dekat kaki Rick dan mulai membersihkan ban yang kotor. Tanpa berkomentar Rick tersenyum lebar melihat Wei bergerak dengan cepat untuk membantunya. Kalau begitu ia tidak akan menolak mencuci mobil dengan air yang harus ditampung diember. Selama ia bisa mencuci mobil dengan cepat.
Tidak terlalu lama mereka mencuci jip itu. Setelah merasa yakin semuanya telah bersih, Rick segera mematikan kran air dan membereskan semua peralatan mencucinya. Begitu semuanya beres ia segera menghampiri Wei yang tampak serius memandangi jip kebanggaan Rick.
“ Bagus ya?” tanya Rick begitu di dekat Wei. Senyumnya melebar, penuh kebanggaan. Wei melirik ke arahnya tetapi tidak berkomentar. Ia hanya menarik napas dalam dan langsung meninggalkan Rick.
Rick merasa aneh. Wei sangat berubah. Dia menjadi sangat dingin. Bahkan dia jarang tersenyum. Tanpa Rick sadari, ia sudah mengikuti Wei ke halaman rumahnya dan duduk di bangku taman di dekat Wei.
Wei terus melamun dan hanya menarik napas dalam. Pikirannya melayang entah kemana.
“ Rick...” panggil Wei tiba-tiba. Rick langsung mencondongkan tubuhnya ke arah Wei untuk menunggu dan mendengarkan kelanjutan kata-katanya.
“ Aku mau pulang.” Suara Wei terdengar sangat getir dan lemah. Ada kesedihan di dalam kalimatnya. Rick bingung. Kenapa baru datang dia sudah mau pulang?
“ Kamu ‘kan baru datang.”
“ Aku ngga betah.”
Rick memandang Wei yang tertunduk dan berusaha menahan sesuatu yang ada dalam dirinya. Wei menoleh padanya dan memandangnya dalam.
“ Aku merasa kalau seharusnya aku ngga datang. Datang ke sini hanya sebuah kesalahan.”
“ Kenapa kamu bisa bilang kayak gitu?”
Wei tidak menjawab. Ia malah memalingkan wajahnya dan memandang jip Rick dengan tatapan kosong.
“ Kenapa ayah memberikan jip kesayangannya padamu?”
Rick melihat ke arah jip itu dan teringat ulang tahunnya yang ke 21 dua tahun lalu. Oom Henry memberikan jip itu sebagai hadiah ulang tahunnya. Rick bertanya kenapa dan Oom mengatakan kalau dia sudah menganggap Rick seperti anak laki-lakinya sendiri karena itu Rick pantas mendapatkannya.
“ Karena Oom menganggap aku sudah seperti anaknya sendiri.”
“ Melebihi anak kandungnya?”
Rick memandang Wei dengan heran. Kenapa gadis itu mengatakan hal seperti itu? Bukankah ia sangat sayang pada ayahnya? Kenapa sekarang kata-katanya begitu dingin?
“ Wei...”
“ Rick! Lagi ngapain?!” tiba-tiba saja sebuah suara memecahkan suasana yang sunyi. Rick dan Wei menoleh ke arah suara dan melihat seorang gadis berseragam putih abu-abu berlari-lari kecil ke arah mereka.
Beberapa saat ia begitu bersemangat tetapi saat ia menyadari kehadiran Wei, wajahnya yang tadinya ceria menjadi suram. Ia memandang Wei penuh selidik dan penuh kecurigaan. Beberapa saat sepertinya akhirnya ia mengerti lalu kembali berpaling pada Rick dan tak mempedulikan Wei.
“ Rick, hari ini kita makan di luar yuk!” ajaknya penuh semangat. Rick tersenyum sekilas sambil melirik Wei. Rick semakin tampak linglung saat gadis itu memeluk lengan Rick dengan kuat.
“ Hari ini ‘kan ada pertemuan keluarga.”
“ Aku ngga mau ikut. Ngga seru.”
“ Nanti Papa bisa marah lagi kalau kamu ngga ikut.”
“ Masa bodo. Dari dulu juga begitu. Kita makan diluar aja ya?”
Rick menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan memandang Wei, meminta pertolongan. Wei malah diam saja. Ia terus memandangi gadis itu dengan penuh tanya.
“ Via, kamu salam Kak Wei dulu dong.” Ujar Rick begitu sadar kalau ia belum memperkenalkan gadis itu.
“ Ngga usah. Aku udah tahu dia kok.”
Gadis itu begitu manja dan suka cari perhatian. Sepertinya dia sangat menyukai Rick.....dan membenci Wei. Wei terus memandangnya dan merasa mengenalnya.
“ Wei, dia ini Viana. Anak Tante...”
“ Viana...Jadi dia. Dia anak Ayah yang...”
Wei tidak melanjutkan kata-katanya dan hanya bisa menelan ludah. Seketika sepertinya ia lupa cara bernafas dan merasa agak sesak. Akhirnya ia bisa bertemu dengan gadis ini. Gadis yang membuat ibu dan ayahnya berpisah.
“ Wei, maksud kamu apa?” tanya Rick penasaran mendengar kalimat Wei yang menggantung. Wei tidak menjawab. Ia malah bangkit berdiri dan meninggalkan Rick bersama Via yang terus merengek.
Siapa sangka Wei akan bertemu gadis itu. Ia tidak memperhitungkan hal ini saat memutuskan untuk datang.
Dengan langkah yang berat Wei kembali ke kamarnya. Bayangan wajah Via terus menghantui Wei. Via...Adik tirinya. Akhirnya dia bisa melihatnya..
Diluar dugaan. Wei tidak pernah mengira kalau dia akan begitu membencinya. Saat mengetahui kalau Via adalah adik tirinya kebencian yang besar langsung mengusai pikiran dan hatinya. Wei merasa ingin menyerangnya.
Wei menenggelamkan wajahnya di tempat tidur dan menahan tangisnya yang tiba-tiba meluap. Ia takut menghadapi keadaan dan ia takut ia akan meledak. Apa ia akan bisa menahan diri?
***
Menjelang makan malam, Wei merasa tidak sanggup untuk keluar kamar tetapi Mama menjemputnya dan membujuknya untuk ikut makan. Menurut beliau ada hal yang penting yang akan disampaikan oleh Henry.
Apa pun yang akan disampaikan Henry, Wei tidak peduli. Siapa yang peduli dengan pengumuman yang akan disampaikan penipu seperti dia.
Ternyata di meja makan sudah ada orangtua Rick, Rick, Via, Henry dan Mama. Mereka tampak sudah tidak sabar menunggu kedatangan Wei kecuali Via. Wajahnya terus mengerut kesal.
“ Wei, kamu sudah besar sekali ya? Dewasa dan cantik sekali.” Tante  Mia memuji. Matanya tampak berbinar melihat Wei. Oom Faris hanya mengangguk mengiyakan pendapat istrinya.
Wei tersenyum simpul menerima pujian itu sambil duduk di antara Rick dan Mama. Di ujung meja, Henry tersenyum-senyum bangga membuat Wei merasa muak. Rasanya ia ingin meninggalkan meja itu dan mengemas semua barangnya.
“ Semua sudah kumpul, jadi saya akan mengumumkan kabar gembira.” Henry membuka pembicaraan dan ia menegakkan duduknya.
Semua orang yang ada di meja makan tampak sangat tidak sabar. Hanya Wei, Rick dan Via yang agak bingung dan penasaran.
“ Jadi...” Henry menggantung kata-katanya dan membuat semua orang menahan nafas. Sepertinya kabar  ini sangat membuatnya senang.
“ Jadi, Wei dan Rick akan segera bertunangan.”
“ Bagus!” semua orang tua berseru senang tapi 3 anak muda yang ada di meja makan itu hanya bisa terdiam dan memandang orang tua mereka dengan linglung.
“ Koookk! Papa apaan sih?! Kenapa Rick ditunangin dengan Wei?!” tiba-tiba saja Via memprotes dan bangkit dari duduknya. Dia tampak sangat marah dan tidak terima.
“ Ya itu karena ini saat yang tepat untuk mereka. Dan mereka akan menikah 3 bulan lagi.”
Wei dan Rick saling pandang, diam seribu bahasa. Apa mereka tidak salah dengar? Mereka akan dinikahkan?
“ Papa keterlaluan! Memangnya Papa ngga mikirin perasaan Via?!” Via memandang seluruh meja dengan mata berlinang air mata. Dengan cepat tatapannya tertuju pada Wei dan wajahnya langsung merengut penuh kebencian.
“ Setelah merebut Papa kamu mau merebut Rick!? Kamu jahat!!”
Brak! Dengan kasar  Via memundurkan bangkunya hingga jatuh dan pergi meninggalkan meja makan, masuk ke kamarnya. Semua orang yang ada di meja makan terdiam melihat reaksi Via yang diluar dugaan.
“ Dia masih anak-anak jadi tolong dimaklumi.” Ujar Henry berusaha mencairkan suasana. Ia tampak sangat malu. Ia berpaling pada Wei dan tersenyum lebar menunggu jawaban Wei.
Wei menelan ludahnya dan melirik Rick yang tampak tidak terima dan bingung. Cowo ini akan jadi pendamping hidupnya? Dan itu bukan keputusan dari dirinya sendiri! Keterlaluan! Memangnya Henry pikir dirinya siapa mengatur-atur hidupnya?! Wei melirik ayahnya dan menarik napas dalam, menahan amarah di dadanya.
“ Maaf Ayah, aku sudah punya pilihan lain. Aku tidak bisa menikah dengan Rick. Lagipula Rick bukan tipeku.”
Sekali lagi semua orang yang ada dimeja makan terdiam dan menegang. Rick yang dianggap bukan tipe Wei hanya bisa mendengus dan mengerutkan alisnya dengan tersinggung.
“ Jadi kamu sudah punya seseorang?” tanya Henry dengan nada tidak suka. Wei tahu beliau akan meledak tapi Wei berusaha untuk tetap tenang.
Wei memang sudah punya seseorang di Jakarta. Mereka sudah menjalin hubungan selama hampir setahun. Walau sekarang hubungan mereka sedikit agak memburuk.
“ Siapa dia?” tanya Henry penuh selidik. Sepertinya ia curiga pilihan Wei tidak akan sesuai dengan keinginannya.
“ Kakak kelas di kampus. Satu jurusan denganku. Sekarang dia sudah bekerja di salah satu televisi swasta.” Jelas Wei dengan bangga. Sekilas ia merasakan Rick mendeham menggoda Wei. Sepertinya Rick tidak terlalu suka dengan kabar ini. Biar saja.
“ Apa kamu sudah diperkenalkan pada keluarganya? Apa dia mau menikah denganmu?”
Wei gelagapan mendapat pertanyaan seperti itu. Oscar tidak pernah mengajaknya menemui keluarganya, menceritakannya saja belum pernah. Soal menikah juga, Oscar tidak pernah membicarakannya. Wei rasa mereka  terlalu muda untuk membicarakan pernikahan.
“ Belum dan tidak tahu. Kami terlalu muda untuk membicarakan pernikahan.”
Henry mengatupkan rahangnya dan menarik napas dalam. Ia tampak sangat kesal sekali.
“ Suruh laki-laki itu menghadap ayah dan dia harus menikahi kamu dalam waktu 3 bulan ke depan. Kalau dia tidak mau kamu harus menikah dengan Rick!”
Tanpa mengijinkan Wei bicara lagi, Henry meninggalkan meja makan dengan wajah yang memerah. Wei duduk dengan tegang di bangkunya tidak bisa berpikir dengan tenang. Ia memandang orang-orang yang ada di meja makan yang sedang memandanginya dengan prihatin. Dia merasa malu sekali. Hidupnya seperti diambil alih dalam sekejap. Dia pikir dia siapa?!
Wei bangkit dari duduknya dan meninggalkan meja makan. Dadanya terasa sesak dan panas. Ia tidak terima diperlakukan seperti ini.
“ Wei, tunggu!” tiba-tiba saja Rick menarik tangannya dan menahan langkahnya. Wei berbalik dan memandang Rick dengan dingin. Cowo itu tampak terkejut sesaat melihat ekspresi Wei yang tampak menuduhnya.
“ Kita ngomong dulu.”
“ Mau ngomongin apa? Aku ngga mau nikah sama kamu!”
“ Aku bukan mau ngebujuk kamu! Aku juga ngga tahu soal ini semua tapi dengerin dulu kata-kata aku.”
Wei menghempaskan tangan Rick perlahan dan berjalan mendahului Rick ke arah halaman. Saat mereka tinggal berdua Wei langsung berdiri menghadap Rick dan menunggu cowo itu bicara.
“ Apa?” tanya Wei dengan ketus.
Rick tidak langsung bicara. Ia memandang Wei penuh selidik dan curiga.
“ Wei, ada masalah apa sih antara kamu dengan Om?” Wei tertegun mendengar pertanyaan Rick. Kenapa dia menanyakan itu? Apa sangkut pautnya dengan ini semua?
“ Ngga ada apa-apa.” jawab Wei dengan gemetar. Pertanyaan itu cukup mengguncang hatinya. Bagaimana bisa dia hidup bahagia dengan menyimpan kepahitan pada ayahnya.
“ Jangan bohong. Aku ngga percaya. Kalau memang ngga ada apa-apa, kamu ngga akan bersikap kayak gini.”
“ Bersikap bagaimana? Nolak kamu?”
“ Bukan..Tapi..Kamu dan Oom keliatan dingin. Ada apa sebenarnya?”
Wei mengerutkan alisnya tidak percaya. Masak sih cowo ini ngga tahu masalahnya? Dia ini terlalu bodoh atau memang tidak tahu sama sekali?
“ Ngga ada apa-apa. Aku dan Ayah baik-baik aja.”
“ Bohong.”
“ Aku ngga bohong.”
“ Kalau kamu ngga ada apa-apa dengan Oom pasti dari tadi kamu sudah bergelayutan di leher Oom sambil ngerayu-rayu beliau supaya rencana pernikahan itu dibatalkan.”
“ Rick, aku sudah besar. Aku tidak mungkin terus menerus menjadi anak kecil.”
“ Kamu memang sudah besar tapi kamu tidak akan berhenti menjadi seorang anak. Sikap dingin kamu itu kayak musuhan sama Oom. Seperti bukan ayah dan anak.”
Wei mengatupkan rahangnya mendengar kalimat Rick yang menamparnya. Kenapa cowo ini begitu ingin tahu masalah antara dia dan ayahnya?! Apa karena mentang-mentang ayah sudah menganggapnya seperti anak sendiri? Kalau memang benar berarti dia terlalu besar kepala.
“ Aku kasih tahu ya Wei, sebaiknya kamu jangan mengecewakan Oom kalau tidak kamu akan menyesal. Dan kalau bisa, segera hubungi pacarmu itu. Aku tidak mau menikah muda apalagi menikah dengan wanita yang dingin seperti es.”
Rick meninggalkan Wei yang merasa kacau. Wei hanya bisa memandangi lantai yang memantulkan cahaya bulan. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Rick telah mengusik perasaannya. Punya hak apa dia memerintah Wei untuk menjaga perasaan Henry? Wei juga akan segera menghubungi Oscar kok tanpa perlu Rick suruh. Kenapa sih dia jadi begitu menyebalkan?
Dinginnya udara malam semakin membuat Wei gelisah. Ia jadi teringat Oscar. Apa mungkin Oscar mau menikahinya? Kalau pun dia mau, Wei sendiri belum siap. Apa yang harus Wei lakukan?

2 Comments